Genre : drama
Sutradara : Brendan Maher
Pemain : Claire van der Boom,Sarah Snook,Susie Porter,Gerald Lepkowski,Paulini Curuenavuli,Khan Chittenden,Anna Volska
Tanggal rilis : 14 November 2010
Durasi : 95 menit
Film Australia yang diangkat dari kisah nyata ini bercerita tentang persahabatan yang mengharukan antara seorang perawat bernama Lorna Whyte dan seorang Biarawati Katolik bernama Suster Berenice Twohill.
Lorna adalah sorang perawat militer dari Angkatan Darat australia yang ditempatkan di sebuah markas militer di kota Rabaul Papua New Guinea.
Selain perawat dari Angkatan Darat Australia, di markas militer Rabaul itu juga ada beberapa perawat yang berasal dari misionaris Katolik sehingga Lorna bisa bersahabat dengan salah satu biarawatinya yaitu Suster Berenice.
Masalah timbul ketika pada bulan Januari 1942, tentara Jepang yang pada saat itu sedang kuat-kuatnya datang ke markas militer Rabaul. Tentara-tentara Australia yang bertugas di markas militer Rabaul itu ternyata ketakutan dan secara pengecut, mereka lari ke hutan meninggalkan para perawat dan para pasiennya yaitu tentara-tentara Australia yang terluka.
Para perawat tentu saja sangat ketakutan karena tentara Jepang pada Perang Dunia ke-2 terkenal dengan kekejamannya tetapi mereka hanya bisa pasrah.
Terjadilah apa yang dikuatirkan oleh para perawat, ketika tentara Jepang sampai di markas militer Rabaul, mereka menyuruh para perawat dan tentara Australia yang luka untuk berbaris dan semuanya akan ditembak mati dengan senapan mesin.
Untungnya pemimpin misionaris Katolik di markas militer Rabaul yaitu Uskup Leo Scharmach adalah orang Jerman yang merupakan sekutu Jepang pada Perang Dunia ke-2. Uskup Leo Scharmach bisa membujuk tentara Jepang untuk tidak membunuh para perawat dan tentara australia yang luka dengan “kata-kata ampuhnya” yaitu mengaku sebagai wakil Hitler dan akan melaporkan tindakan kejam tentara Jepang itu kepada Hitler.
Akhirnya tentara Jepang tidak jadi membunuh para perawat dan tentara Australia yang luka karena selain Uskup Leo Scharmach seorang Jerman, beberapa dari biarawati adalah orang Italia yang juga merupakan sekutu Jepang pada Perang Dunia ke-2.
Sejak saat itu tentara Jepang membangun markas militer Rabaul itu menjadi markas militer yang kuat bahkan lebih kuat dibanding sebelumnya sedangkan para perawat dan tentara Australia yang luka dijadikan tawanan.
Sempat ada sedikit harapan bagi para perawat dan tentara Australia ketika tiba-tiba datang pesawat tempur Amerika tetapi sayang sekali, pihak Amerika hanya tahu bahwa markas militer Rabaul itu hanya dihuni tentara Jepang sehingga mereka menembakinya tanpa ampun.
Akibatnya tidak hanya tentara Jepang yang tewas oleh serangan udara itu tetapi beberapa perawat termasuk Uskup Leo Scharmach terluka bahkan seorang biarawati tewas.
Sejak saat itu, atas usul dari Uskup Leo Scharmach, para perawat membangun tempat perlindungan dari serangan udara.
Walaupun menjadi tawanan tentara Jepang, persahabatan Lorna dan Suster Berenice semakin akrab. Bahkan secara diam-diam tanpa sepengetahuan Uskup Leo Scharmach, Lorna dan Suster Berenice membantu tentara Australia yang bersembunyi di hutan dengan memberi makanan dan obat-obatan. Hal itu tentu saja sangat fatal akibatnya jika ketahuan tentara Jepang.
Tetapi persahabatan Lorna dan Suster Berenice terganggu ketika Tentara Jepang akhirnya tahu bahwa tentara Australia yang bersembunyi di hutan sering datang ke markas militer Rabaul secara diam-diam untuk mengambil bantuan makanan obat-obatan dan tentara Jepang juga berhasil menangkap tentara-tentara Australia itu.
Untung tentara Australia yang ditangkap itu walaupun disiksa habis-habisan tetap tidak mau mengaku bahwa yang memberi mereka bantuan adalah Lorna dan Suster Berenice tetapi akibatnya sangat fatal karena tentara-tentara Australia itu dipenggal kepalanya di depan para perawat dan tentara Australia yang luka, salah satu tentara Australia yang dieksekusi itu adalah pacar Lorna yaitu Leonard James Parkinson.
Lorna tentu saja sangat sedih dengan kematian kekasihnya dan berpikiran bahwa semua peristiwa tragis itu akibat Uskup Leo Scharmach yang asli Jerman itu telah berkhianat dan memihak tentara Jepang.
Lorna mengatakan kecurigaannya pada Uskup Leo Scarmach itu kepada Suster Berenice yang tentu saja tidak terima atas tuduhan Lorna kepada Uskup atasannya yang sangat dikaguminya itu. Sejak saat itulah mulai terjadi pertengkaran antara Lorna dan Suster Berenice.
Puncak pertengkaran Lorna dan Suster Berenice terjadi ketika Tentara Jepang mulai mengalami kekalahan perang melawan pasukan sekutu.
Tentara Jepang di markas militer Rabaul melampiaskan kekesalannya pada para perawat dan tentara Australia yang luka dengan memisahkan mereka. Para perawat dari Misionaris Katolik tetap berada di markas militer Rabaul sebagai tawanan sedangkan para perawat dari Angkatan Darat Australia dan para tentara Australia yang luka diserahkan kepada pihak sekutu dalam rangka pertukaran tawanan perang.
Sebelum meninggalkan Rabaul, Lorna sempat berkata pada Suster Berenice bahwa jika perang selesai, Uskup Leo Scarmach pantas dihukum gantung sebagai penjahat perang akibatnya kemarahan Suster Berenice memuncak dan ia menampar Lorna.
Kelihatannya nasib Lorna dan kawan-kawan yang diserahkan kepada pihak sekutu lebih baik daripada para Misionaris Katolik yang tetap ditawan tentara Jepang tetapi ternyata tidak. Tentara Jepang melampiaskan kekesalannya akibat mulai kalah perang dengan membantai para tentara Australia yang luka sedangkan Lorna dan para perawat lainnya tidak jadi diserahkan pada pihak sekutu tetapi ditempatkan di kota Yokohama di Jepang untuk menjalani kerja paksa.
Nasib Suster Berenice dan para misionaris lain tak kalah tragis. Karena markas militer Rabaul akhirnya hancur lebur dibombardir pesawat tempur sekutu, tentara Jepang melampiaskan kekesalannya pada para misionaris dengan membawa mereka ke tengah hutan. Di tengah hutan, tentara Jepang mulai kejam pada para misionaris bahkan mereka membunuh seorang biarawati karena kelaparan dan terpaksa mengambil makanan tentara Jepang.
Uskup Leo Scarmach berusaha mencegah perbuatan kejam tentara Jepang itu dengan “kata-kata ampuhnya” yaitu akan melaporkan pada Hitler tetapi kata-kata andalan Uskup Leo Scarmach itu tidak mempan lagi karena Hitler sudah mati bunuh diri.
Setelah berpisah dan mengalami berbagai penderitaan, Lorna dan Suster Berenice akhirnya sadar bahwa mereka benar-benar sepasang sahabat yang saling membutuhkan. Lorna dan Suster Berenice saling merindukan dan saling menulis surat walaupun mereka sadar bahwa surat itu tidak akan pernah bisa terkirim.
Bahkan Suster Berenice yang mengira Lorna sudah mati karena mendengar berita dari Uskup Leo Scarmach bahwa Lorna dan perawat-perawat lainnya terjebak di Yokohama dan Suster Berenice sendiri juga merasa akan mati karena dibunuh tentara Jepang, menyembunyikan suratnya kepada Lorna di sebuah gua dan berharap setelah perang selesai, ada orang yang menemukan surat itu dan menyerahkannya pada keluarga Lorna.
Tetapi akhirnya saat yang membahagiakan tiba, Jepang akhirnya kalah perang dan semua tawanannya termasuk Suster Berenice dan Lorna dibebaskan. Walaupun begitu, Lorna dan Suster Berenice tidak bisa langsung bertemu karena mereka dikembalikan ke tempat asalnya yaitu Lorna ke Canberra dan Suster Berenice ke Sydney, apalagi Suster Bernenice mengira bahwa Lorna sudah mati.
Baru sekitar 7 tahun kemudian yaitu di tahun 1952, Lorna punya inisiatif untuk mengirim surat kepada Uskup Leo Scarmach dan menanyakan keberadaan Suster Berenice. Akhirnya dari surat balasan Uskup Leo Scarmach, Lorna tahu bahwa Suster Berenice ada di sebuah biara di Sidney dan Lorna datang ke biara itu.
Setelah sekian tahun akhirnya Lorna bertemu lagi dengan sahabatnya, Suster Berenice. Walaupun agama mereka berbeda yaitu Suster Berenice beragama Kristen Katolik sedangkan Lorna beragama Kristen Protestan bahkan sebelum berpisah mereka sempat bertengkar dengan hebat tetapi setelah bertemu lagi, mereka bisa kembali menjadi sahabat akrab sampai mereka jadi nenek-nenek.
Itulah persahabat sejati.
Opini saya tentang film ini :
Film ini memang diangkat dari kisah nyata dan naskahnya ditulis oleh Rod Miller. Pada awalnya Rod Miller yang baru saja membeli perkebunan di Rabaul pada tahun 1991 menemukan sebuah buku harian yang ditulis oleh Grace Kruger, salah satu perawat yang ditangkap tentara Jepang di Rabaul pada tahun 1942.
Pada awalnya Rod Miller tidak begitu tertarik dengan buku harian Grace Kruger itu karena hanya berisi puisi-puisi yang tidak jelas maksudnya tetapi setelah Rod Miller mempelajarinya lebih lanjut, akhirnya Rod Miller tahu bahwa Grace Kruger sengaja menulisnya dalam bentuk yang membingungkan agar tidak mencurigakan jika ditemukan oleh tentara Jepang.
Rod Kruger menjadi tertarik dengan isi buku harian Grace Kruger itu terutama bagian yang menceritakan pengalaman Lorna White dan Suster Berenice Twohill.
Pada tahun 1997, Rod Miller melakukan wawancara langsung dengan Lorna White dan Suster Berenice Twohill sehingga jadilah naskah yang diberinya judul The Lost Women of Rabaul.
Perusahaan film ABC1 tertarik dengan naskah The Lost Women of Rabaul itu dan mulai memfilmkannya pada bulan April 2010.
Menurut saya film ini cukup layak ditonton karena jalan ceritanya tidak membosankan dan cerita nyata tentang persahabatannya cukup mengharukan.
Berikut ini saya tampilkan foto asli dari Lorna Whyte dan Suster Berenice Twohill yang sekarang tentu saja sudah memasuki usia lanjut :
No comments:
Post a Comment