Genre : drama komedi
Sutradara : Garin
Nugroho
Pemeran : Nirwan
Dewanto, Annisa Hertami, Wouter Zweers, Wouter Braaf, Nobuyuki Suzuki, Olga
Lydia, Margono, Butet Kartaredjasa, Hengky Solaiman, Andrea Reva, Rukman
Rosadi, Eko Balung, Andriano Fidelis
Musik : Djaduk
Ferianto
Tanggal
rilis : 7 Juni 2012
Durasi : 115 menit
Walaupun
judul film yang diangkat dari kisah nyata ini adalah “Soegija” yang diambil
dari nama Monsinyur Albertus Soegijapranoto, SJ atau yang biasa dipanggil Romo
Kanjeng, seorang Uskup pribumi pertama di Hindia Belanda (sebutan untuk
Indonesia ketika masih menjadi koloni Belanda), jangan dibayangkan bahwa film
ini adalah film agama karena film ini lebih mengangkat cerita tentang kemanusiaan
daripada agama.
Jadi pada
film ini Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ digambarkan sebagai pahlawan nasional
bukan pahlawan agama.
Foto Asli Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ |
Walaupun
begitu, terus terang saya merasa agak kesulitan membuat synopsis film ini
karena film ini tidak dibangun dari satu cerita tapi film ini bercerita tentang
banyak cerita yaitu tentang pengalaman tokoh-tokohnya ketika menghadapi
penjajahan Belanda dan Jepang di tahun 1940-1949 dengan lokasi di Semarang dan
Yogyakarta.
Yang
menarik, pengalaman tokoh-tokoh itu direkonstruksikan dengan detil dan bisa
dinikmati dengan mudah karena ditampilkan dengan humor.
Berikut ini
saya ceritakan sajatokoh-tokoh utama film ini dengan karakter dan kisahnya :
Mgr. Albertus
Soegijapranoto, SJ
Seorang
Uskup pribumi pertama di Indonesia yang bertugas sebagai uskup di Semarang pada
tahun 1940 – 1949. Jadi bisa dibilang Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ ini
menjadi uskup di Indonesia ketika Indonesia mengalami 3 jaman yaitu jaman
penjajahan Jepang, jaman penjajahan Belanda dan jaman Kemerdekaan.
Mgr. Albertus
Soegijapranoto, SJ juga ikut berjuang melawan penjajah walaupun tidak dalam
bentuk perjuangan bersenjata. Beliau berjuang mati-matian meringankan
penderitaan rakyat di tengah kekacauan perang dan mencoba berdiplomasi di semua
tingkat politik baik nasional maupun internasional. Atas peran sertanya dalam
perjuangan kemerdekaan, Presiden Soekarno memberikan penghargaan dengan gelar
Pahlawan Nasional pada tanggal 26 Juli 1963 untuk pahlawan yang berjuang dengan
cinta ini.
Mariyem
Seorang
gadis muda dan salah satu umat Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ yang biasa
dipanggil oleh orang-orang Belanda sebagai Maria. Pada awalnya Mariyem yang
jiwa nasionalisnya tinggi itu menolak dipanggil Maria karena nama itu berkesan
Belanda. Tapi setelah Mariyem tahu riwayat Bunda Maria, seorang tokoh wanita
yang sangat dimuliakan di agama Kristen Katolik itu, Mariyem menerima panggilan
Maria dengan bangga.
Kisah hidup
Mariyem cukup menyedihkan karena kakak laki-lakinya yang bernama Maryono yang
juga merupakan saudara satu-satunya itu tewas karena perang. Walaupun begitu,
Mariyem tetap berjuang keras untuk mewujudkan cita-citanya menjadi perawat
karena ia lulusan sekolah perawat.
Toegimin
Seorang
koster (semacam officeboy untuk gereja) yang sangat setia pada atasannya yaitu
Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ.
Lingling
Seorang
gadis kecil keturunan Tionghoa yang terpaksa berpisah dengan ibunya karena
perang. Lingling tentu saja sangat sedih tetapi bisa selalu gembira karena
dihibur oleh Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ serta Toegimin dan Mariyem.
Robert
Inilah tokoh
antagonis film ini, ia adalah seorang komandan pasukan Belanda yang sangat
berambisi menaklukkan pejuang-pejuang Indonesia agar bisa menjadikan Indonesia
menjadi jajahan negaranya.
Tetapi
walaupun Robert digambarkan sebagai mesin perang yang kejam, film ini juga
menceritakan sisi kemanusiannya yaitu ketika dalam peperangan, Robert
mengendong seorang bayi yang ditemukannya dengan penuh kasih sayang walaupun bayi
itu adalah anak dari pejuang Indonesia yang baru saja dibunuhnya.
Hendrick
Tidak semua orang
Belanda diceritakan sebagai tokoh antagonis di film ini, contohnya adalah
Hendrick ini. Hendrick adalah seorang fotografer Belanda dan sahabat Robert
yang sangat bersimpati pada penderitaan rakyat Indonesia.
Diceritakan
bahwa Hendrick jatuh cinta pada Mariyem, sedangkan Mariyem sebenarnya menerima
cinta Hendrick tetapi terjadi dilema dalam hatinya karena bagaimanapun juga
Hendrick adalah seorang Belanda. Di akhir film ini juga diceritakan bahwa
akhirnya Hendrick tidak bisa bersatu dengan Mariyem karena terpaksa pulang ke
Belanda. Setelah tiba di Belanda Hendrick megirimkan foto-foto yang diambilnya
tentang Mariyem dan perjuangannya sebagai perawat (perjuangan dengan cinta
juga).
Masih ada banyak
tokoh-tokoh film ini seperti Lantip, salah satu umat Mgr. Albertus
Soegijapranoto, SJ yang juga seorang komandan pasukan pejuang kemerdekaan serta
Nobuzuki, seorang kolonel Jepang yang seperti Robert, Nobuzuki bagaikan mesin
perang yang kejam tapi sangat suka pada anak-anak karena ia mempunyai anak yang
ditinggal di Jepang. Dan masih banyak tokoh lain tapi tidak saya ceritakan saja
karena hanya tampil sebentar.
Tokoh-tokoh
utama di fil m ini disatukan pada acara persiapan perayaan Paskah di gereja
Mgr. Albertus Soegijapranoto, SJ. Peristiwa itu kelihatannya sangat
membahagiakan karena perang dunia telah selesai dengan menyerahnya Jepang pada
pasukan sekutu karena dua kotanya dibom atom sehingga Indonesia bisa
memproklamasikan kemerdekaanya. Lebih membahagiakan lagi, Lingling bisa bertemu
lagi dengan ibunya dan Mariyem tercapai cita-citanya menjadi seorang perawat.
Tetapi
tiba-tiba datang serangan dari pasukan Belanda. Rupanya Perang Dunia ke-2
memang sudah selesai tetapi Perang Kemerdekaan Indonesia belum karena Belanda
masih ingin menjajah kembali Indonesia. PBB sudah berusaha menengahi konfilk
Indonesia-Belanda dengan perjanjian gencatan senjata tapi Belanda selalu
mengingkari perjanjian itu dan terus melakukan serangan militer.
Tapi rakyat
Indonesia tidak mau menyerah begitu saja, para pejuang kemerdekaan terus
melakukan perlawanan dengan gigih. Yang sangat menarik bagi saya adalah tentang
kisah seorang pejuang yang masih sangat muda (kira-kira usianya 15 tahunan) bernama Banteng. Pejuang muda itu walaupun luar
biasa keberanian tempurnya tapi ia sama sekali tidak sekolah sehingga buta
huruf, satu-satunya tulisan yang bisa dibacanya hanyalah MERDEKA.
Pejuang muda
yang buta huruf itu ikut dalam serangan mendadak ke markas Robert. Pasukan
Robert bisa dikalahkan dan hebatnya, pejuang muda buta huruf itu yang berhasil
menembak mati Robert dengan pistol kebanggaannya.
Dengan bangganya, Pejuang
muda buta huruf itu berkata pada mayat Robert dalam bahasa Jawa yaitu : saiki
kowe ora iso moco to? Ora koyo aku,
saiki aku iso moco, MERDEKA!!! Yang artinya : sekarang kamu tidak bisa
membaca kan? (karena sudah mati) Tidak seperti saya yang sudah bisa membaca
yaitu MERDEKA.
Dan memang
Belanda akhirnya tidak tahan dengan perlawanan pejuang-pejuang Indonesia itu sehingga
pada akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 dalam Konferensi Meja Bundar yang
diadakan di Kota Den Haag, Belanda mengakui kedaulatan Negara Indonesia.
Sebagai
penutup synopsis ini, saya minta maaf karena kesibukan, saya baru sempat
posting synopsis film ini sekarang walaupun film ini sudah ditayangkan dari
tanggal 7 Juni 2012.
Semoga
ketika synopsis ini dipublish, film Soegija ini masih ditayangkan di gedung-gedung
bioskop.
bagus sekali sreviewnya.. terima kasih atas infonya..
ReplyDeletesukses terus buat blognya yah.. ditunggu review film berikutnya..
ReplyDeletemaklumat berguna very nice
ReplyDeletefilm nasionalisme yg bagus
ReplyDeleteFilm Indonesia yang sangat bagus dan berkualitas
ReplyDelete