Sutradara : Hana Makhmalbaf
Pemain : Abbas Alijome, Nikbakht Noruz, Abdolali Hoseinali
Tanggal rilis : 20 Februari 2008
Durasi : 77 menit
Film Iran ini menceritakan suasana di Afganistan pada tahun 2007, 6 tahun setelah patung Buddha berukuran raksasa di bukit Bamyan dihancurkan oleh pemerintah Afganistan. Memang sangat disayangkan sekali karena bagaimanapun juga patung Buddha raksasa itu adalah peninggalan masa lampau dan punya nilai sejarah yang sangat tinggi.
Untung saja rezim itu tidak ada di negara kita Indonesia karena bisa-bisa Candi Borobudur kebanggaan kita itu juga dihancurkan hehehe…
Untung saja rezim itu tidak ada di negara kita Indonesia karena bisa-bisa Candi Borobudur kebanggaan kita itu juga dihancurkan hehehe…
Diceritakan pada waktu itu ada seorang gadis kecil berusia 6 tahun yang tinggal di gua-gua bukit Bamyan bernama Bakhtai. Nasib Bakhtai benar-benar mengharukan, karena hidup miskin dan tidak bisa bersekolah sehingga Bakhtai hanya bisa iri melihat tetangganya seorang anak laki-laki yang juga berusia 6 tahun bernama Abbas bisa sekolah dan bisa membaca dengan lancar, apalagi Abbas sering membaca dengan suara keras sehingga terdengar oleh Bakhtai.
Untungnya Abbas cukup baik hati sehingga menerima permintaan Bakhtai untuk mengajaknya sekolah. Tetapi ada halangan besar bagi Bakhtai untuk bisa bersekolah karena ia tidak punya buku dan pensil, Bakhtai juga tidak bisa minta uang pada ibunya untuk membeli buku dan pensil karena Ibu Bakhtai sedang pergi dan Bakhtai diberi tugas untuk menjaga adiknya yang masih bayi.
Tapi Bakhtai tidak menyerah, ia mengambil 4 telur dari ayam peliharaannya kemudian pergi menjualnya ke pasar supaya bisa membeli buku dan pensil. Agar adiknya yang masih bayi tidak pergi kemana-mana, Bakhtai mengikat kakinya dengan tali.
Benar-benar menyedihkan, Bakhtai tidak hanya kesulitan menjual telurnya tetapi 2 telurnya disenggol orang hingga jatuh dan pecah tetapi orang yang menyenggolnya tidak mau tanggung jawab.
Akhirnya Bakhtai bisa juga menjual sisa telurnya yang hanya tinggal 2 butir itu seharga 10 rupee, itupun setelah Bakhtai menukarkan telurnya dengan roti pada seorang pembuat roti karena pembeli Bakhtai hanya mau membeli roti bukan telur.
Tetapi dengan uang yang hanya 10 rupee itu, Bakhtai hanya bisa membeli buku tulis dan tidak bisa membeli pensil maka Bakhtai menggunakan lipstik ibunya sebagai pengganti pensil. Akhirnya Bakhtai bisa pergi bersama Abbas ke sekolah.
Sayangnya semua usaha keras Bakhtai sia-sia karena sekolah tempat Abbas belajar hanya diperuntukkan bagi laki-laki, Bakhtai diusir dari sekolah itu tetapi untungnya sang guru memberi tahu Bakhtai bahwa di seberang sungai ada sekolah khusus untuk anak perempuan.
Bakhtai yang benar-benar ingin sekolah pergi ke seberang sungai untuk mencari sekolah untuk perempuan itu.
Halangan kembali menghadang, ketika Bakhtai sampai di reruntuhan bekas patung Buddha raksasa, Bakhtai dicegat oleh sekelompok anak laki-laki yang sedang bermain sebagai Milisi Taliban.
Celakanya, anak-anak laki-laki yang bermain sebagai Milisi Taliban itu mengangap perempuan tidak berhak sekolah maka mereka merobek-robek buku Bakhtai yang didapat dengan susah payah itu.
Lebih celaka lagi, Bakhtai membawa lipstik sehingga dianggap sebagai pelacur karena menurut anak laki-laki itu hanya pelacur yang memakai lipstik padahal menurut hukum di Afganistan waktu itu, pezina atau pelacur adalah pendosa berat dan harus dihukum dengan cara dilempari batu hingga mati.
Lebih gawat lagi, ternyata anak-anak laki-laki itu tidak main-main, mereka menggali lubang kemudian memasukkan Bakhtai ke lubang itu dan siap dirajam hingga mati.
Bakhtai hanya bisa menangis dan dengan lugu berkata, “Aku hanya ingin sekolah dan bisa membaca cerita lucu”, tetapi anak-anak laki-laki itu tidak peduli dan tetap mengangkat batu-batu untuk merajam Bakhtai.
Untung sekali, pada waktu itu Abbas lewat di tempat itu setelah pulang dari sekolah. Konyol sekali, sekelompok anak laki-laki yang bermain sebagi Milisi Taliban itu menganggap Abbas sebagai mata-mata Amerika, mereka membawa Bakhtai ke sebuah gua tetapi dengan menutup mulut Bakhtai sehingga Bakhtai tidak bisa berteriak minta tolong pada Abbas.
Tidak hanya itu, anak-anak laki-laki itu memberi air pada lubang yang tadinya untuk mengubur Bakhtai sehingga menjadi kubangan lumpur untuk menjebak Abbas si “mata-mata Amerika” dan Abbas bisa terjebak di kubangan lumpur itu.
Abbas si “mata-mata Amerika” hampir dihajar beramai-ramai untung waktu itu jatuh sebuah layang-layang. Sekelompok anak laki-laki “Milisi Taliban” itu menganggap layang-layang itu pesawat Amerika sehingga mereka melarikan diri masuk ke gua, dengan demikian Abbas bisa melarikan diri.
Sementara itu, Bakhtai ditawan di sebuah gua dan ternyata di gua itu juga ada tawanan lain yaitu 3 anak perempuan juga, mereka ditawan dengan alasan yang menggelikan yaitu bermata sipit (di Afganistan memang ada sedikit orang keturunan Mongolia), terlalu cantik bahkan ada yang ditawan karena makan permen karet yang di bungkusnya ada gambar pemain sepakbola dari Eropa.
Hanya Bakhtai yang berani berniat melarikan diri karena tawanan lain takut dilempari batu. Untungnya anak-anak laki-laki itu sedang asyik bermain perang-perangan sehingga Bakhtai bisa melarikan diri dengan membawa bukunya yang walau sempat dirusak tapi masih utuh itu.
Setelah bertemu polisi, Bakhtai melaporkan kenakalan anak-anak laki-laki yang menawan 3 anak perempuan itu kemudian Bakhtai melanjutkan perjalannya ke seberang sungai untuk mencari sekolah khusus perempuan.
Setelah melalui perjalanan panjang akhirnya Bakhtai bisa sampai di sekolah perempuan. Karena jumlah siswa yang padat, Bakhtai bisa menyusup dan ikut belajar itupun Bakhtai bisa mendapat tempat duduk dari seorang siswa perempuan dengan pembayaran berupa selembar kertas yang dirobek dari bukunya.
Tetapi Bakhtai akhirnya ketahuan oleh sang guru karena lipstik yang dipakai Bakhtai untuk menulis dipakai para siswi untuk bermain-main merias wajahnya.
Bakhtai akhirnya disuruh keluar tetapi ia sudah cukup puas karena sudah mencicipi pendidikan di sekolah yang selama ini di idam-idamkannya.
Bakhtai pulang ke rumah dengan gembira dan lebih menggembirakan lagi, Bakhtai bertemu dengan Abbas yang ternyata tidak boleh pulang oleh ibunya sebelum bisa menemukan Bakhtai. Lebih lucu lagi, penampilan Abbas masih belepotan lumpur yang didapatnya dari terjebak di kubangan lumpur anak-anak “Milisi Taliban”.
Sayangnya, dalam perjalanan pulang Bakhtai dan Abbas kembali dihadang oleh anak-anak yang bermain sebagai milisi Taliban tetapi anehnya, sekelompok anak-anak laki-laki itu tidak lagi berperan sebagi Milisi Taliban melainkan sebagai tentara Amerika dan mereka menganggap Bakhtai dan Abbas sebagai teroris.
Untungnya Abbas sudah tahu cara lepas dari gangguan mereka yaitu berpura-pura mati maka Bakhtai juga berpura-pura mati dengan roboh ke tanah seperti patung Buddha raksasa di Bukit Bamyan yang dihancurkan oleh pemerintah Afganistan 6 tahun lalu.
Opini saya tentang film ini :
Baru kali ini saya menonton film dari Iran dan ternyata bagus juga. Perasaan saya bisa haru campur geli ketika menonton film ini. Terharu dan hampir nangis melihat nasib sedih Bakhtai tapi juga bisa tertawa melihat wajah dan tingkah laku anak-anak itu yang lucu-lucu.
Luar biasa memang, walaupun masih anak-anak, acting mereka meyakinkan sekali, tidak terlihat sama sekali adanya demam kamera.
Lebih menarik lagi, sutradara film ini adalah seorang sutradara wanita dan waktu film ini dibuat tahun 2007, usianya baru 19 tahun! Luar biasa… hebat… hebat…
Berikut ini saya tampilkan foto Hana Makhmalbaf, sutradara wanita muda pembuat film Buddha Collapsed Out of Shame ini yang ternyata cantik juga hehehe...